2013-02-23

"Program Bedah Rumah Layaknya Bagi-Bagi Nasi Kotak"



JAKARTA - Program perumahan swadaya atau bedah rumah yang dicanangkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mendapatkan kritikan pedas dari sejumlah praktisi perumahan.

Salah satunya adalah akademisi dari Kelompok Riset Perumahan dan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar.

Menurutnya, program bedah rumah yang paling menonjol sekarang hanya meniru acara reality show di televisi namun dengan skala yang sangat masif. Jika skema program yang dipakai sangat sederhana seperti ini, maka tidak heran jika bisa diberikan melalui organisasi masyarakat mana pun. 

"Program ini seperti bagi-bagi nasi kotak, tidak ada pemberdayaan komunitas perumahan dan tidak memerlukan teknokrasi yang tinggi yang seharusnya dimiliki Kemenpera. Inilah permasalahan mendasarnya, program seperti ini tidak akan bisa efektif mencapai target perumahan rakyat, yaitu mengurangi kekurangan (backlog) perumahan dan pengurangan permukiman kumuh," kata Jehan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Dia menuturkan, program perumahan swadaya dari Kemenpera yang baru saja melakukan kerjasama dengan Himpunan Wanita Karya (HWK) menunjukkan Kemenpera tidak memiliki konsep yang jelas dalam menjalankan program perumahan swadaya.

"Seharusnya program perumahan swadaya diarahkan untuk memberdayakan dan mengorganisasi komunitas masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dan miskin yang menghuni permukiman kumuh di kota-kota metropolitan di Tanah Air. Skemanya akan jauh sekali berbeda karena akan berbasis pengorganisasian kelompok untuk keberdayaan dalam pengadaan lahan dan rumah dan pengelolaan lingkungan secara swadaya, bukan bagi-bagi duit," papar Jehan.

Program perumahan swadaya seperti ini bisa meniru program yang dijalankan Housing and Community Agency di Inggris maupun Community Organisation Development Institute di Thailand. "Program bagi-bagi nasi kotak seperti ini bukan hanya menghilangkan kesempatan mengentaskan permukiman kumuh di perkotaan, lebih jauh sangat bernuansa politik, apalagi menjelang pesta demokrasi 2014. Memang semakin sederhana skema program semakin bisa dipolitisir," imbuhnya.

Tak hanya Jehan, sebelumnya pengamat ekonomi yang juga mantan calon Gubernur DKI Jakarta independen, Faisal Basri juga menyampaikan kritikan atas program ini. Menurutnya bedah rumah seharusnya tidak diurusi oleh Kemenpera melainkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos).

"Bedah rumah kok diurusi Menpera. Bedah rumah itu harusnya diurusi Menteri Sosial. Menpera itu harusnya menciptakan satu investor climate atau sebuah iklim penanaman modal sehingga seluruh stakeholder properti bisa bergerak satu arah untuk mencapai target dalam menyediakan rumah layak huni bagi rakyat," ujar Faisal beberapa waktu lalu.

0 komentar:

Posting Komentar